Rabu, 01 Juli 2015

Pekerjaanku, Amanahku, Tanggungjawabku




Alhamdulillah, hari ini tepat 3 bulan aku tinggal di tempat baruku, sebuah asrama sekolah. Bukan! Bukan aku yang sekolah, tapi anak-anak. Bukaan! Bukan anak-anakku, anak oranglain yang dititpkan padaku (hehe). Aku bingung harus mulai darimana ceritanya, rasanya nano nano, ada manis, asam, asin, bahkan pahit mungkin :D
Oke, aku coba bercerita dari awal mula kenapa aku bisa terdampar disini. Jadi sebetulnya aku dari dulu tidak ada terpikir untuk menjadi seorang guru, tapi setelah berkecimpung didunia dakwah dan umurpun semakin bertambah (red : dewasa :D ) aku mulai berpikir, aku ingin jadi seorang wanita yang luar biasa. Bukan jadi yang bisa banyak uang atau mengejar karir setinggi-tingginya, tapi aku hanya ingin jadi seorang istri dan ibu seutuhnya bagi suami dan anak-anakku (ciee..cikiciw, haha), tapi serius! Cita-citaku itu, awalnya berat kawan, ketika aku lulus kuliah banyak orang terutama keluarga yang menyuruhku bekerja sesuai dengan bidang keahlianku, supaya aku bisa sukses katanya, sukses mengejar karir. Tapi setelah aku piker-pikir, apa jadinya nanti keluarga kecilku kalau aku berkarir, keluar rumah dari pagi bahkan subuh hingga sore bahkan malam, bakal jadi apa anak-anakku nanti? Dititip ke nanny? Nanti mereka akan lebih mengenal nannynya  daripada aku ibunya. Terus apakabar dengan suamiku, aduh! Dzalim sekali aku kepadanya, banyak kewajiban yang tidak maksimal aku tunaikan padanya.
Oke, setelah aku berpikir panjang, aku putuskan untuk jadi seorang guru, kenapa harus guru? Soalnya aku berpikir, jadi guru itu banyak lebihnya, aku mengajarkan murid-muridku sekaligus aku belajar banyak dari mereka, ditambah pekerjaan yang paling cocok untuk seorang wanita yang kodratnya menjadi istri dan ibu dirumah, jadikan kalau jadi guru itu setidaknya masih banyak waktu yang bisa diluangkan untuk keluarga kecilnya. Misalnya : aku pergi ke sekolah pagi-pagi, kan anakku jiga pergi ke sekolah pagi begitupun dengan suamiku, dan kami bersama-sama pulang sore atau bahkan mungkin aku dan anakku bisa lebih cepat pulangnya daripada suamiku. Nah tapi, bagaimana ketika anakku masih bayi atau masih berumur dibawah umur anak sekolah dan masih membutuhkan aku 24 jam dalam sehari? Nah, caranya masih aku rahasiakan ya, nanti itu urusan aku dan my future husband  (hihi) tunggu jawabannya setelah aku menikah nanti (hehe).
Nah, atas pertimbangan itulah aku ingin jadi guru, Alhamdulillah sebelum lulus ada yang menawarkanku untuk mengajar disini, awalnya sih tidak begitu aku ambil piker, tapi setelah aku lulus kuliah dan bingung mau kerja apa ditambah dari keluargapun terus mendesak aku untuk melamar kerja di bidang keahlianku, mendesak untuk segera menikah juga ada siih, ya itu hanya bercanda, tapi aku anggap serius (hahaha). Jadi, aku putuskan deh untuk melamar kerja disini, dan Alhamdulillah karena sudah rizkinya mungkin tidak lama menunggu, aku langsung dipanggil wawancara dan bekerja disini.
Bulan pertama disini, aku masih meraba-raba, aku masih belajar ritme keseharian disini, belajar dekat dengan anak-anak, mendisiplinkan mereka, mereka belajar akupun belajar, dan yang paling berat adalah menghapal nama-nama mereka. Bayangkan, ±150 orang anak harus aku hapalkan namanya dan tentu wajahnya juga, awalnya masih kebalik, orangnya siapa aku panggilnya apa (hehe), ma’lum aku tipe yang visual jadi kalau disuruh menghapal pasti susah, metode menghapalku yang paling baik adalah dengan melihat dan mendengar berulang-ulang.
Bulan kedua, Alhamdulillah setidaknya aku sudah hapal setengahnya dari nama anak-anak disini, sudah mulai cair dengan lingkungan yang ada, mengikuti ritmenya. Dan masuk bulan ketiga, Alhamdulillah selalu ada kemajuan dariku everything  yang positif tentunya. Dan memang, yang paling berkesan itu adalah sekaranag, di bulan Ramadhan pertama Allah kabulkan doaku, doa aku ingin bisa mengasuh anak (hehe), Allah kasih banyak untukku, terlepas anaknya anak siapa, yang pentingkan anak (hihi). Sekarang disini sudah mulai tahun ajaran baru, tentunya banyak anak baru juga, yang paling lucu itu adalah anak kelas 7, anak baru lulus SD, masih kecil, polos, hari pertama mereka di Boarding ada yang nangis “pengen ke umii”, ya mereka ingin pulang. Wajar, namanya juga anak kecil, terbiasa kemana-mana sama uminya, disinilah aku beraksi, aku berubah menjadi sosok uminya, yang mendengarkan keluhan mereka, cerita mereka pas disekolah atau sekedar ngobrol sebelum tidur dan mereka menyukai itu.
Ketika menghadonahi  mereka aku langsung berpikir jauh, mungkin begini rasanya punya anak ya? Sepertinya aku dewasa sebelum waktunya, aku sudah dititpi banyak anak sebelum aku menikah (hehe), ya ga apa-apa itung-itung latihan, jadi setelah punya anak beneran aku sudah punya gambaran.
Dalam pandangan Islam, anak adalah anugerah yang diberikan Allah pada para orang tuanya. Kehadiran anak disebut berita baik (Maryam:7), hiburan karena mengenakan pandangan mata (Al-Furqan:74), dan perhiasan hidup di dunia (Al-Kahfi:46). Anak juga sebagai bukti kebesaran dan kasih sayang Allah, pelanjut, penerus dan pewaris orang tua, tetapi juga sekaligus ujian (At-Taghabun:15). Dari Abu Hurairah, ia berkata: Telah bersabda Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam, ”Sesungguhnya ada seseorang yang diangkat (ditinggikan) derajatnya di jannah (syurga)”. Lalu ia bertanya (terheran-heran), ”Bagaimana aku bisa mendapat ini (yakni derajat yang tinggi di surga)?”. Dikatakan kepadanya, ”(Ini) disebabkan istighfar (permohonan ampun) dari anakmu (kepada Allah) untukmu”.
Sesungguhnya anak merupakan aset yang sangat berharga, karena anak yang shalih akan senantiasa mendoakan kedua orang tuanya. ”Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam telah bersabda, apabila manusia telah mati, maka terputuslah dari semua amalnya kecuali tiga perkara. Shadaqah jariayah, ilmu yang diambil manfaatnya dan anak shalih yang mendoakannya”.(HR.Muslim)
Inilah puncak tertinggi dari keutamaan-keutamaan mempunyai anak, yaitu anak yang shalih yang bermanfaat bagi orang tua di dunia dan di akhirat. Dari hadits inipun kita mengetahui bahwa tujuan mulia dari mempunyai anak menurut syariat Islam ialah menjadikan anak-anak tersebut menjadi anak-anak yang shalih, anak-anak yang taat kepada Allah dan RasulNya dan anak-anak yang berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Bukan anak-anak yang durhaka apalagi yang kufur dan lain-lain yang dibenci oleh Allah dan RasulNya. Peran orang tua dalam hal ini sangat penting sekali dan menentukan. Rasullullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda : “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi” (HR. Abu Dawud). 
Berat ya jadi orangtua? Tapi jangan sampai karena tanggungjawabnya begitu besar membuat kamu jadi urung untuk menikah dan punya anak! Siapa? Iya, kamu! Didalam sebuah tanggungjawab yang besar, terdapat pahala yang setimpal. Bagaimana bisa kita memiliki anak yang shalih/ah, jawabannya sebetulnya bisa kamu jawab dari sekarang. Seperti hadist Rasul diatas, bahwa anak itu dilahirkan dalam keadaan suci, jadi ibarat kertas putih, terserah si pelukis mau menggambar dan diwarnai apa diatasnya. Jadi, tergantung kamunya, kalau mau punya anak yang shalih, otomatis kitanya harus shalih dulu karena anak punya hak untuk diberikan pengajaran yg baik oleh orangtuanya terutama pengajaran agama islam. Nah, berarti mulai dari kamunya dulu harus shalih, memantaskan diri, insyaAllah mudah-mudahan Allah menjodohkanmu dengan seseorang yang shalih, wah insyaAllah akan terbentuk sebuah keluarga ahli surga. Amiin :)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar