Selasa, 15 Juli 2014

Ternyata, masalahnya ada pada kita



Dulu saya sempat berpikir bahwa permasalahan yang menimpa manusia itu cenderung berubah/dinamis. Tapi ternyata logikanya bukan seperti itu, manusianyalah yang berubah sedangkan masalah yang dihadapi tidak berubah, statis sesuai dengan fase yang dilewati oleh setiap manusia. Sebagai contoh, masalah yang dihadapi oleh mahasiswa baru hanya berkutat di permasalahan menumpuknya tugas akademik dan tugas yang diberikan oleh senior ketika masa-masa ospek. Contah lain, galaunya mahasiswa tingkat akhir karena urusan skripsi yang tidak ada ujungnya, atau contoh lain ketika Ia sudah lulus dan menjadi sarjana masalah itupun tetap ada, bingung apakah harus kerja dan ketika bekerjapun harus kerja apa (karena sulitnya mencari lowongan) ? Tapi kalaupun harus menikah, bingung masih banyak hal yang belum disiapkan, atau jika terpikir untuk meneruskan studi (S2) bidang apa yang harus diambil dan darimana biaya kuliah harus didapat (karena lagi-lagi tidak mau menyusahkan orangtua)?. Dan pada faktanya semua permasalahan itu hampir semua manusia yang berada di fase-fase tersebut mengalaminya, dan sebenarnya diapun sudah memprediksi lebih dulu resiko-resiko apa saja yang akan dia hadapi ketika memilih dan melewati fase-fase tersebut.
Dalam firmanNya, Allah SWT telah mengingatkan kita akan hal di atas. Sebagai contoh dalam Q.S Al-Mu’minun : 62 Allah Berfirmah : “Kami tiada membebani seseorang melainkan menurut kesanggupannya......” atau di Q.S Al-A’raf : 42 “Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh, kami tidak memikulkan kewajiban kepada diri seseorang melainkan sekadar kemampuannya.....” dan dibeberapa ayat yang lain Allahpun sudah menjelaskan begitu gamblang yang pada intinya adalah permasalahan yang dihadapi manusia itu sebenarnya “itu-itu” saja, statis dan sebagian orangpun melewatinya., yang membuat permasalahan yang dihadapi manusia itu berubah adalah manusianya itu sendiri. Seperti contoh, orang yang tidak memiliki suami dan anak tidak mungkin diberi ujian/masalah yang sama dengan orang yang memiliki keduanya, dia tidak mungkin dipusingkan dengan urusan rumah tangga, sulitnya mendidik anak, dan berbagai masalah yang muncul akibat berbedanya pendapat dengan suami bahkan masalah yang muncul dari keluarga besarnya (pihak suami atau istri). Pertanyaannya saat ini adalah, mengapa bisa terjadi fakta perbedaan masalah yang muncul dari setiap manusia? itu dikarenakan fase yang dilalui oleh manusia itu sendiri dan sebenarnya manusia yang menentukan pilihan apakah akan memilih fase-fase kehidupan tersebut atau tidak.
Kemudian apa yang menyebabkan kadar ujian yang dihadapi setiap manusia berbeda? Ada yang berat, ada yang ringan, bahkan ada juga yang kehidupannya flat gitu-gitu aja tidak ada feelnya sama sekali, hal tersebut dapat kita lihat dari tingkat keimanan manusia tersebut. Dalam Q.S Albaqarah:214 Allah berfirman : “apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga padahal belum datang kepadamu cobaan.....” dan di Q.S Asy-Syuura:30 “Dan musibah apapun yang menimpa kamu adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri (pilihan).....” dan dibeberapa hadist Rasul pun sudah dijelaskan bahwa tingkat kesulitan sebuah ujian itu dipengaruhi oleh tingkat keimanan seseorang.walaupun memang terkait dengan sebesar apa kadar ujian itu dan kepada siapa Allah menimpakanNya, itu merupakan hak mutlak Allah sebagai pencipta, namun hanya saja manusia bisa mengukur kualitas keimanannya dan tingkat kemampuannya serta memilih untuk melalui fase-fase kehidupannya seperti contoh-contoh sebelumnya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa masalah/ujian/cobaan itu menimpa seorang manusia tergantung dari fase kehidupan yang Ia jalani (anak-anak, remaja, dewasa) dan pilihan hidupnya (pengangguran, mahasiswa, berumahtangga dll) dan ketika melalui fase-fase tersebut berikut dengan pilihan hidupnya masing-masing, maka akan turun ujian sesuai dengan kemampuannya dan tingkat/kualitas keimanan yang ada pada dirinyapun mempengaruhi pula kadar (besar kecilnya) ujian yang menimpanya, akan tetapi permasalahannya adalah keimanan seseorang itu akan tampak jelas terlihat pada saat Ia menyelesaikan permasalahan itu, apakah bersabar atau tidak, tawakal kepada Allah atau tidak, Islam yang dijadikan solusi baginya atau tidak dan juga setelah Ia berhasil melalui ujian tersebut (dengan menyertakan Allah atau tidak) apakah Ia menjadi orang yang lebih baik dari sebelumnya atau malah ujian tersebut membuat Ia berputus asa dan jauh dari Allah, itupun dipengaruhi oleh bagaimana Ia menyelesaikan permasalahan yang dihadapi sebelumnya.
Maka dari itu, sudah sepantasnya kita menyadari bahwa segala hal yang menimpa manusia adalah sudah kehendak Allah dengan pilihan-pilihan yang sudah kita tentukan, maka apapun permasalahannya kembalikanlah kepada Allah dengan begitu kita akan sadar bahwa ujian itu datangnya dari Allah maka solusi yang harus kita gunakan untuk menyelesaikannya hanyalah melalui jalan Allah (Islam).