Selasa, 03 Mei 2016

METODE BERPIKIR (Bagian 1)


Manusia adalah makhluk Allah yang paling utama dan sempurna, sampai-sampai dikatakan bahwa manusia lebih utama daripada malaikat. Keutamaan ini dilihat dari keberadaan akal dalam diri manusia, yang hal tersebut tidak dimiliki makhluk lainnya. Akal inilah yang mengangkat kedudukan manusia lebih tinggi dibanding makhluk Allah lainnya, karena itu perlu adanya kita mengkaji pengetahuan tentang akal, bagaimana proses berpikir dengan akal dan sekaligus metode berpikir. Proses berpikir menjadikan akal manusia memiliki nilai dan sekaligus menghasilkan berbagai buah produk yang masak (produk akal). Contohnya, berbagai macam ilmu, seni, sastra, filsafat, fikih, ilmu bahasa dan pengetahuan, tiada lain adalah produk akal dari proses berpikir. Maka dari itu, perlu diketahui dengan baik fakta mengenai akal, proses berpikir dan metode berpikir.
Manusia dalam kurun waktu sangat panjang ternyata lebih meperhatikan buah atau hasil dari akal dan proses berpikir daripada fakta mengenai akal dan fakta mengenai proses berpikir itu sendiri. Faktanya ada orang-orang yang berusaha untuk memahami fakta akal, baik intelektual muslim ataupun non muslim, sejak dulu sampai sekarang. Tetapi sayangnya semua usaha yang dilakukan mereka gagal, hal ini disebabkan karena mereka salah dalam memahami fakta akal yang sebenarnya. Selain itu, ada juga orang yang berusaha menyusun metode berpikir dan memang berhasil dalam beberapa aspek hasil buah metode berpikir dengan adanya hasil prestasi ilmiah. Akan tetapi mereka telah tersesat dalam memahami proses berpikir mereka sendiri, yang lebih fatalnya lagi mereka telah menyesatkan para pengikut yang kagum atas keberhasilan ilmiah mereka.
Sebelumnya, sejak masa Yunani dan setelahnya, umat manusia telah terdorong untuk mengetahui fakta mengenai proses berpikir. Hasilnya mereka sampai pada apa yang disebut dengan logika (‘ilmu mantiq) dan berhasil meraihsebagian pemikiran. Akan tetapi, mereka telah merusak hakikat pengetahuan (ma’rifah) itu sendiri. Jadi ilmu logika malah menjadi sesuatu yang destruktif bagi pengetahuan, bukan menjadi alat untuk mencapai ilmu pengetahuan atau standar kebenarannya. Mereka juga sampai pada apa yang disebut dengan filsafat (falsafah) yakni cinta kebijaksanaan dan studi secara mendalam tentang apa yang ada dibalik eksistensi atau dibalik materi (gaib, supranatural ). Mereka memang berhasil menciptakan penegtahuan dan kesimpulan yang menghasilkan kepuasan intelektual. Akan tetapi, pengetahuan tersebut jauh dari fakta dan kebenaran. Akibatnya, mereka menjauhkan manusia dari kebenaran dan fakta hingga menyesatkan banyak manusia serta menyimpangkan proses berpikir dari jalannya yang lurus.
Seluruh upaya tersebut adalah kajian tentang proses berpikir dan metode berpikir. Meskipun hal tersebut telah menghasilkan berbagai pengetahuan, menciptakan bidang kajian, dan menghasilkan sejumlah manfaat bagi manusia. Akan tetapi, upaya-upaya tersebut tidak difokuskan pada fakta mengenai proses berpikir dan tidak berlangsung di atas jalan yang benar. Oleh karena itu, upaya tersebut tidak dapat dianggap kajian mengenai fakta proses berpikir, namun hanya kajian tentang produk dan buah proses berpikir. Upaya tersebut juga bukan kajian tentang metode berpikir yang lurus, malainkan hanya sekedar kajian tentang salah satu teknik (uslub) berpikir dalam metode berpikir, yang diperoleh secara kebetulan akibat pengkajian berbagai produk pemikiran dan buah akal dan tidak diperoleh melalui jalan penelaahan terhadap fakta proses berpikir itu sendiri. Maka dapat dikatakan bahwa kajian tentang metode berpikir yang lurus selama ini hanya berputar-putar pada hasil proses berpikir, tidak difokuskan pada fakta proses berpikir itu sendiri.
Penyebab kegagalan yang ada hingga saat ini dalam memahami fakta mengenai proses berpikir dan juga fakta metode berpikir dikarenakan para pengkaji telah lebih dulu mengkaji proses berpikir sebelum mengkaji akal yang merupakan komponen utama dalam proses berpikir itu sendiri. Proses berpikir (tafkir) adalah buah dari akal, sementara berbagai ilmu pengetahuan, seni dan seluruh aspek ilmu budaya (tsaqofah) merupakan buah dari proses berpikir. Wajar saja jika yang pertama kali harus diketahui adalah fakta mengenai akal secara meyakinkan dan pasti. Setelah itu bisa diketahui fakta mengenai proses berpikir dan selajutnya metode berpikir yang lurus. Setelah itu atas dasar penunjukkan yang benar, akan bisa dinilai apakah pengetahuan (ma’rifah) itu termasuk kedalam sains (‘ilm) ataukah bukan. Dengan begitu, dapat ditentukan kimia itu kedalam sains sedangkan psikologi dan sosiologi bukanlah sains. Akan dapat ditentukan pula apakah suatu pengetahuan termasuk kebudyaan (tsaqofah) atau bukan. Artinya, akan dapat ditentukan pula perundang-undangan merupakan tsaqofah dan tashwir (seni menggambar) bukanlah termasuk tsaqofah. Walhasil, pokok masalahnya secara keseluruhan adalah bermuara pada pengetahuan tentang fakta akal secara meyakinkan dan pasti. Setelah itu, atas petunjuk pengetahuan barulah bisa dibahas fakta mengenai proses berpikir dan metode berpikir. Dari petunjuk metode berpikir tersebut baru bisa dihasilkan secara benar berbagai teknik (uslub) berpikir.

Rabu, 08 Juli 2015

WASPADAILAH PRILAKU MAKSIAT!



Sebagian saudara kita yang berjibaku dalam dunia dakwah mungkin pernah menyangka bahwa Allah SWT akan toleransi jika ia bermaksiat. Ia menyangka demikian karena ia merasa telah ber-iltizam dengan islam dan bergabung dengan barisan aktivis islam. Oleh sebab itu, dalam pandangannya, maksiat itu merupakan perkara sepele, terutama jika ia sudah sedemikian lama ber-iltizam dengan islam dan telah kehilangan semangat dan ghirah keagamaannya, karena satu dan lain hal.
Manakala ia menganggap sepele dosa-dosa kecil atau menganggap enteng perkara-perkara syubhat, tiba-tiba maka ia dapati hukuman Allah SWT demikian cepat mengenai dirinya. Ia pun kaget, tidak habis pikir. Bisa jadi, sekarang ia mengerjakan salah satu dosa, lalu beberapa jam kemudian ia merasakan akibatnya. Ia bingung ketika itu. Ia berkata kepada dirinya, “dulu aku sering melakukan ratusan dosa seperti dosa ini, bahkan yang lebih besar lagi, sebelum ber-iltizam dengan islam, tetapi aku tidak mendapati hukuman. Kini, hukuman terasa cepat sekali, langsung dan berat.
Jika aktivis islam ini memahami agamanya dengan baik, ia pasti tahu bahwa Allah SWT sangat cemburu jika hal-hal yang Dia haramkan dikerjakan oleh hambaNya. Dia lebih cemburu lagi jika hal-hal terlarang itu dikerjakan oleh para waliNya yang notabene orang-orang dekatNya dan orang-orang yang layak menjauhi perilaku maksiat. Karena itu, orang-orang yang mengemban risalah islam harus lebih bertakwa kepada Allah SWT, ia harus bisa menjauhi dosa-dosa kecil dan perkara-perkara syubhat, apalagi dosa-dosa besar. Sebab, mereka biasa melarang oranglain dari melakukan kemaksiatan. Lalu bagaimana mungkin jika ia sendiri melakukan kemaksiatan tersebut?.
Para aktivis islam di-hisab oleh Allah SWT dengan hisab yang lebih berat dan lebih sulit daripada yang dialami oranglain. Setiap aktivis harus menyadari bahwa antara Allah SWT dan manusia, kendati jabatannya tinggi, tidak ada hubungan kekerabatan. Allah bakal menegakkan keadilan karena Dia adalah Hakim yang Maha adil. Firmah Allah SWT : “(Pahala dari Allah) itu bukan menurut angan-angan kosong kalian dan tidak pula menurut angan-angan Ahlul kitab. Siapa saja yang mengerjakan kejahatan, niscaya ia dibalas karena kejahatannya itu.” (QS An-Nisa : 143)
Ayat di atas dianggap oleh sebagian sahabat Rasulullah saw sebagai ayat yang paling berat di dalam al-Quran. (HR Ibn Jarir dan Abu Dawud). Saya sendiri menganggap ayat ini adalah ayat yang paling menakutkan orang mukmin dan membuat bulu kuduknya merinding. Ayat di atas berbicara kepada para sahabat. Siapa mereka? Pernah dikisahkan bahwa kebaikan 1 orang sahabat Rasulullah yakni Umar bin Khattab ra. itu sebanding dengan ratusan kebaikan Abu bakar ra. Tapi Allah masih menurunkan ayat seperti itu kepada mereka, padahal mereka adalah orang-orang yang sudah dijamin masuk syurga. Lalu siapa kita? Bagaimana dengan kita, yang kebaikannya bercampur dengan keburukan? Bahkan ada jaminan masuk syurgapun tidak. Ayat di atas adalah lonceng bahaya, yang ditabuh untuk menyadarkan kita semua bahwa timbangan keadilan itu tidak hanya mengenai seseorang, setinggi apapun martabatnya., sebaik apapun orangnya, sebesar apapun pengorbannya untuk islam. Dosa dan maksiat adalah sumber malapetaka. Petaka terjadi karena dosa dan hilang karena tobat. Seorang syaikh mengitari salah satu majelis. Ia lalu berkata, “siapa ingin selalu dalam keadaan sehat, ia harus selalu bertakwa kepada Allah.”
Dalam sebuah hadist Nabi yang mulia pernah terungkap : “sesungguhnya seorang hamba bisa terhalang rezeki karena dosa yang dilakukannya.” (HR Ibnu Majah dan Ahmad). Pernah sandal Abu Ustman an-Nisaburi putus dalam perjalanannya salat jumat dan ia butuh waktu satu jam untuk memperbaikinya. Ia berkata, “sandal ini putus karena aku tidak mandi hari jumat.”
Terkadang hukuman dari Allah itu  berupa hukuman moral. Misalnya, seseorang melihat sesuatu yang diharamkan Allah SWT. Akibatnya, Allah mengharamkan cahaya hati nurani pada dirinya. Contoh lain : seseorang tidak bisa mengendalikan lisannya. Akibatnya, Allah mengharamkan baginya kejernihan hati. Seseorang tergoda untuk memakan makanan syubhat. Akibatnya, hatinya gelap, ia pun tidak bisa mengerjakan salat malam dan bermunajat kepada Allah. Maksiat itu melahirkan maksiat yang sama. Jika maksiat sering dikerjakan, maka terjadi akumulasi maksiat. Kadang-kadang pelaku maksiat melihat tubuhnya segar bugar, hartanya banyak dan tidak ada masalah dengan keluarganya. Ia mengira dirinya tidak dihukum, padahal ketidaktahuannya kalau ia sedang dihukum merupakan hukuman bagi dirinya. Cukuplah baginya, sesuatu yang manis berbuah manjadi pahit. Lalu yang ada tinggal pahitnya penyesalan dan kesedihan.
Diriwayatkan, seorang rahib Bani Israel pernah bermimpi bertemu dengan Allah SWT. Ia berkata, “Tuhanku, aku bermaksiat kepadaMu, tetapi engkau tidak menghukumku.” Allah lalu berfirman, “ Aku sudah sering menghukummu, tetapi engkau tidka tahu. Bukankah aku telah membuatmu tidak lagi dapat bermunajat kepadaku dengan manis?”
Imam Ibnu Qayyim rahimahullah meringkas efek-efek maksiat dalam bukunya yang berjudul Al-Fawaid. Dengan sangat indah ia berkata, “diantara efek maksiat adalah pelakunya tidak banyak mendapatkan hidayah, pikirannya kacau, ia tidka melihat kebenaran dengan jelas, batinnya rusak, daya ingatnya lemah, waktunya hilanag sia-sia, dibenci manusia, hubungannya dengan Allah renggang, doanya tidak dikabulkan, hatinya keras, keberkahan dalam rezeki dan umurnya musnah, diharamkan mendapat ilmu, hina, dihinakan musuh, dadanya sesak, diuji dengan teman-teman jahat yang merusak hati dan menyia-nyiakan waktu, cemas berkepanjangan, sumber rezekinya seret, hatinya terguncang. Maksiat dan lalai membuat orang tidka bisa berdzikir kepada Allah, sebagaimana tanaman tumbuh karena air dan kebakaran terjadi karena api. Berkebalikan dengan semua itu adalah muncul karena ketaatan.” (Ibn al-Qayyim, kitab al-Fawaid, hal.43)
Ibnu al-Jauzi rahimahullah berkata, “siapa saja yang merenungkan kehinaan saudara-sudara Nabi Yusuf, mereka tahu betapa dosa itu menghinakan mereka, kendati mereka telah bertaubat. Sebab orang yang pakaian bolongnya ditambal tidak akan sama dengan orang yang pakaiannya utuh. Tulang yang pernah patah tidak dapat pulih seperti sediakala. Kalaupun pulih, tulang tersebut lemah.” (Ibn al-Jauzi, Shayd al-Khathir, hal.123). Maka hindarilah diri kita dari melakukan maksiat bahkan debu maksiat sekalipun, karena waktu tidak akan opernah kembali, ketika maksiat dijalankan semuanya tidak akan pernah bisa kembali seperti sediakala yang ada hanyalah penyesalan dalam diri.

Senin, 06 Juli 2015

Sepucuk Surat, Untukmu



Selamat siang, selamat beraktivitas untukmu hari ini. Apa kabarnya dirimu saat ini? Sudahkah kau tunaikan hak Rabbmu dengan baik? Begitupun dengan aku disini, aku selalu berusaha untuk menjalankan setiap perintah-Nya, tentu tidak lupa senantiasa melayakkan diri dihadapan-Nya agar ketika Dia mempertemukanku denganmu, aku seperti melihat diriku didepan cermin, jelas nyata tergambar, apa yang aku usahakan saat ini akan aku terima di masa depan melalui dirimu.
Apakah kamu tahu? Saat ini mulai banyak orang yang bertanya tentangmu padaku, bertanya kamu dimana? Seperti apa kamu? Apakah kamu baik-baik saja? Apa yang kamu suka dan apa yang tidak kamu suka? Dan pertanyaan lain seputarmu. Aku bingung, apa yang harus aku jawab? Mana bisa aku menjawab semua pertanyaan mereka, sedangkan aku sendiri tidak mengenalmu, seperti apa kamu, apa yang kamu suka dan tidak kamu suka. Allah belum mengijinkanku untuk mengenalmu. Ya, kamu masih menjadi rahasia-Nya, dan begitupun mungkin aku bagimu.
Saat ini, aku hanya bisa mengirimkan doa untumu. Ibarat sebuah surat yang aku kirimkan tanpa tahu untuk siapa surat itu, tapi aku yakin surat itu akan diterima oleh orang yang tepat ketika aku menitipkannya kepada Rabb semesta alam, Rabb pemilik jiwaku dan jiwamu, yang Dia tidak akan salah memasangkan separuh jiwa ini. Sungguh, banyak yang ingin aku ceritakan kepadamu, sudah bertahun-tahun aku simpan dan aku hanya ingin kamu yang mendengarkannya, tidak orang lain tidak siapapun,dan tanpa ada siapapun, saat ini hanya Allah lah sebaik-baik tempat meminta dan berharap.
Tapi ada hal yang mungkin bisa aku ceritakan padamu saat ini, sebuah kisah yang nantinya aku berharap kamu bisa mengambil pelajaran dari ceritaku ini, yang nantinya aku berharap kamu bisa lebih kuat dan tegar dalam usaha menggapai ridha Allah hingga pada suatu hari nanti Allah pertemukan kita dan terhapuslah semua rasa yang membuncah dalam diri kita saat ini.
My future husband, dengarkanlah sejenak ceritaku. Aku pernah menyaksikan seseorang yang begitu halus hatinya, cinta kepada kedua orangtuanya, cinta kepada Allah dan Rasul-Nya, takut untuk melakukan kemaksiatan dan takut menyakiti hati oranglain. Tapi dengan segala kebaikannya, Allah uji dia dengan belum juga dipertemukan dengan belahan jiwanya, dulu aku berpikir orang baik pasti segalanya Allah mudahkan, tapi ternyata karena cintanya Allah kepada hamba-Nya yang taat, Allah uji dia hingga dia berjalan tanpa menanggung dosa sedikitpun.
Aku salut dengan perjuangan dia untuk menggenapkan setengah diin nya, cara A B C dia lakukan, tapi belum kunjung berhasil. Pada suatu waktu Allah pertemukan dia dengan seseorang yang menurutnya tepat, segala proses dia jalani, hingga semua persiapan sudah dirancang, tinggal selangkah lagi menuju pelaminan, tapi manusia hanya mampu berusaha Allah lah yang menentukan. Segala persiapan yang sudah dirancang, gagal terlaksana. Dan yang paling memilukan, dia merasakan kegagalan itu bukan hanya sekali tapi puluhan kali, dengan berbagai macam factor, dari yang masuk akal sampai tidak masuk akal, dari yang biasa saja di hati sampai yang sangat menyakitkan hati, ya Rabbi, aku tidak bisa membayangkan apabila semua itu terjadi padaku, apakah aku bisa kuat menjalaninya? Begitulah Allah, menurunkan ujian sesuai dengan kemampuan “pundak” hamba-Nya untuk menanggung ujian tersebut. Lagi-lagi aku salut padanya, setelah berbagai kegagalan dia lalui, dia tidak pernah menyerah dalam menjemput jodoh, dia usaha lagi dan lagi, karena dia yakin segala usaha yang ia lakukan akan berbuah pahala dan kebaikan jika dia ikhlas menjalaninya. Terbayang olehku, orang seperti apa yang kelak akan mendampinginya? Pasti orang yang sangat luar biasa, dan mungkin saat ini Allah sedang mempersiapkan mereka berdua agar diakhir nanti tercipta suatu bahtera rumah tangga yang diatasnya dinaungi keberkahan oleh Allah. Mungkin tak perlu lah aku menceritakan detail kisahnya padamu, yang penting saat ini kita bisa mengambil pelajaran dengan memetik hikmah dari perjalanan hidup orang lain.
My future husband,  aku ingin dari kisah diatas, itu bisa menguatkan kita saat ini, perjalanan kedepan bukanlah sebuah perjalanan yang mulus, ibarat jalan tol tak selamanya lancar pasti kadang ada hambatannya karena kemacetan, begitupun dengan masa pencarian dan penantian kita sat ini. Teruslah berdoa pada Allah, agar Dia menguatkan hatimu dan hatiku saat ini, apa yang Dia jaga dalam dirimu pasti Dia pun menjaga apa yang ada dalam diriku saat ini, aku adalah cerminanmu dan kamu adalah cerminanku. Tetaplah berusaha dengan sebaik-baik usaha, Allah akan melihat usahamu baik yang terlihat maupun yang tidak terllihat oleh manusia. Selalulah berdoa pada-Nya agar Allah menggerakkan hatimu dan hatiku hingga pada akhirnya Allah berkenan mempertemukan kita di telaga peraduan yang sudah lama menjadi tempat kita singgah saat ini.
My future husband,  yang perlu kamu ketahui, pernikahan bukanlah sebuah perjalan singkat dan mudah, tapi adalah sebuah perjalan panjang lagi sukar, penuh dengan pengorbanan, didalamnya dibangun dengan sifat saling memahami, saling mengisi dan melengkapi, saling menasehati, saling memberi, saling menerima, saling membahagiakan, saling mendoakan dan banyak lagi PR lainnya. Mungkin saat ini aku kuat menjalani segalanya sendiri, tapi nanti aku butuh kamu untuk selalu ada disisku. Saat ini ketika sedih, aku hanya bisa menangis dan berdoa kepada Allah, tapi nanti aku butuh dirimu juga untuk menjadi sosok yang mendengarkan kesedihan dan kegelisahanku dan meminjamkan pundakmu untuk aku bersandar ketika aku lelah dengan ujian yang kita hadapi, nanti aku butuh kamu sebagai pengganti papa yang bisa selalu menasehatiku ketika aku salah, mengajakku bercanda dan bermain ketika aku bosan dan menatap serta mendengarkan ku lembut ketika aku sedang bercerita, cerita apapun itu.
My future husband,  dimanapun kamu berada saat ini,itulah yang ingin aku ceritakan padamu, tidak perlu banyak-banyak, biarlah detailnya aku akan ceritakan padamu kelak. Saat ini, tidak henti-hentinya aku berdoa untukmu, semoga Allah selalu menjagamu disana, aktivitasmu dijauhkan dari bermaksiat kepada Allah, pekerjaanmu berkah, selalu diberikan kesehatan dan panjang umur dalam kebaikan. Diakhir ceritaku ini, aku ingin berpesan padamu, silahkan datang padaku ketika aku dan orangtuaku sudah siap menerimamu, aku tidak mau menyakitimu dengan mengiming-imingi kemudahan dalam proses, tidak! aku akan menggambarkan semua sekalipun itu pahit, aku ingin kita memohon pertolongan dan berharap hanya kepada Allah tidak kepada yang lain. Maka, siapkanlah terlebih dulu dirimu dan orangtuamu saat ini, begitupun denganku disini aku siapkan diri dan orangtuaku, agar ketika Allah menjawab doa kita nanti, kita sudah betul-betul siap dan hanya tinggal menunggu keputusan Allah, hadiah apa yang terbaik untuk kita miliki nanti.

Rabu, 01 Juli 2015

Pekerjaanku, Amanahku, Tanggungjawabku




Alhamdulillah, hari ini tepat 3 bulan aku tinggal di tempat baruku, sebuah asrama sekolah. Bukan! Bukan aku yang sekolah, tapi anak-anak. Bukaan! Bukan anak-anakku, anak oranglain yang dititpkan padaku (hehe). Aku bingung harus mulai darimana ceritanya, rasanya nano nano, ada manis, asam, asin, bahkan pahit mungkin :D
Oke, aku coba bercerita dari awal mula kenapa aku bisa terdampar disini. Jadi sebetulnya aku dari dulu tidak ada terpikir untuk menjadi seorang guru, tapi setelah berkecimpung didunia dakwah dan umurpun semakin bertambah (red : dewasa :D ) aku mulai berpikir, aku ingin jadi seorang wanita yang luar biasa. Bukan jadi yang bisa banyak uang atau mengejar karir setinggi-tingginya, tapi aku hanya ingin jadi seorang istri dan ibu seutuhnya bagi suami dan anak-anakku (ciee..cikiciw, haha), tapi serius! Cita-citaku itu, awalnya berat kawan, ketika aku lulus kuliah banyak orang terutama keluarga yang menyuruhku bekerja sesuai dengan bidang keahlianku, supaya aku bisa sukses katanya, sukses mengejar karir. Tapi setelah aku piker-pikir, apa jadinya nanti keluarga kecilku kalau aku berkarir, keluar rumah dari pagi bahkan subuh hingga sore bahkan malam, bakal jadi apa anak-anakku nanti? Dititip ke nanny? Nanti mereka akan lebih mengenal nannynya  daripada aku ibunya. Terus apakabar dengan suamiku, aduh! Dzalim sekali aku kepadanya, banyak kewajiban yang tidak maksimal aku tunaikan padanya.
Oke, setelah aku berpikir panjang, aku putuskan untuk jadi seorang guru, kenapa harus guru? Soalnya aku berpikir, jadi guru itu banyak lebihnya, aku mengajarkan murid-muridku sekaligus aku belajar banyak dari mereka, ditambah pekerjaan yang paling cocok untuk seorang wanita yang kodratnya menjadi istri dan ibu dirumah, jadikan kalau jadi guru itu setidaknya masih banyak waktu yang bisa diluangkan untuk keluarga kecilnya. Misalnya : aku pergi ke sekolah pagi-pagi, kan anakku jiga pergi ke sekolah pagi begitupun dengan suamiku, dan kami bersama-sama pulang sore atau bahkan mungkin aku dan anakku bisa lebih cepat pulangnya daripada suamiku. Nah tapi, bagaimana ketika anakku masih bayi atau masih berumur dibawah umur anak sekolah dan masih membutuhkan aku 24 jam dalam sehari? Nah, caranya masih aku rahasiakan ya, nanti itu urusan aku dan my future husband  (hihi) tunggu jawabannya setelah aku menikah nanti (hehe).
Nah, atas pertimbangan itulah aku ingin jadi guru, Alhamdulillah sebelum lulus ada yang menawarkanku untuk mengajar disini, awalnya sih tidak begitu aku ambil piker, tapi setelah aku lulus kuliah dan bingung mau kerja apa ditambah dari keluargapun terus mendesak aku untuk melamar kerja di bidang keahlianku, mendesak untuk segera menikah juga ada siih, ya itu hanya bercanda, tapi aku anggap serius (hahaha). Jadi, aku putuskan deh untuk melamar kerja disini, dan Alhamdulillah karena sudah rizkinya mungkin tidak lama menunggu, aku langsung dipanggil wawancara dan bekerja disini.
Bulan pertama disini, aku masih meraba-raba, aku masih belajar ritme keseharian disini, belajar dekat dengan anak-anak, mendisiplinkan mereka, mereka belajar akupun belajar, dan yang paling berat adalah menghapal nama-nama mereka. Bayangkan, ±150 orang anak harus aku hapalkan namanya dan tentu wajahnya juga, awalnya masih kebalik, orangnya siapa aku panggilnya apa (hehe), ma’lum aku tipe yang visual jadi kalau disuruh menghapal pasti susah, metode menghapalku yang paling baik adalah dengan melihat dan mendengar berulang-ulang.
Bulan kedua, Alhamdulillah setidaknya aku sudah hapal setengahnya dari nama anak-anak disini, sudah mulai cair dengan lingkungan yang ada, mengikuti ritmenya. Dan masuk bulan ketiga, Alhamdulillah selalu ada kemajuan dariku everything  yang positif tentunya. Dan memang, yang paling berkesan itu adalah sekaranag, di bulan Ramadhan pertama Allah kabulkan doaku, doa aku ingin bisa mengasuh anak (hehe), Allah kasih banyak untukku, terlepas anaknya anak siapa, yang pentingkan anak (hihi). Sekarang disini sudah mulai tahun ajaran baru, tentunya banyak anak baru juga, yang paling lucu itu adalah anak kelas 7, anak baru lulus SD, masih kecil, polos, hari pertama mereka di Boarding ada yang nangis “pengen ke umii”, ya mereka ingin pulang. Wajar, namanya juga anak kecil, terbiasa kemana-mana sama uminya, disinilah aku beraksi, aku berubah menjadi sosok uminya, yang mendengarkan keluhan mereka, cerita mereka pas disekolah atau sekedar ngobrol sebelum tidur dan mereka menyukai itu.
Ketika menghadonahi  mereka aku langsung berpikir jauh, mungkin begini rasanya punya anak ya? Sepertinya aku dewasa sebelum waktunya, aku sudah dititpi banyak anak sebelum aku menikah (hehe), ya ga apa-apa itung-itung latihan, jadi setelah punya anak beneran aku sudah punya gambaran.
Dalam pandangan Islam, anak adalah anugerah yang diberikan Allah pada para orang tuanya. Kehadiran anak disebut berita baik (Maryam:7), hiburan karena mengenakan pandangan mata (Al-Furqan:74), dan perhiasan hidup di dunia (Al-Kahfi:46). Anak juga sebagai bukti kebesaran dan kasih sayang Allah, pelanjut, penerus dan pewaris orang tua, tetapi juga sekaligus ujian (At-Taghabun:15). Dari Abu Hurairah, ia berkata: Telah bersabda Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam, ”Sesungguhnya ada seseorang yang diangkat (ditinggikan) derajatnya di jannah (syurga)”. Lalu ia bertanya (terheran-heran), ”Bagaimana aku bisa mendapat ini (yakni derajat yang tinggi di surga)?”. Dikatakan kepadanya, ”(Ini) disebabkan istighfar (permohonan ampun) dari anakmu (kepada Allah) untukmu”.
Sesungguhnya anak merupakan aset yang sangat berharga, karena anak yang shalih akan senantiasa mendoakan kedua orang tuanya. ”Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam telah bersabda, apabila manusia telah mati, maka terputuslah dari semua amalnya kecuali tiga perkara. Shadaqah jariayah, ilmu yang diambil manfaatnya dan anak shalih yang mendoakannya”.(HR.Muslim)
Inilah puncak tertinggi dari keutamaan-keutamaan mempunyai anak, yaitu anak yang shalih yang bermanfaat bagi orang tua di dunia dan di akhirat. Dari hadits inipun kita mengetahui bahwa tujuan mulia dari mempunyai anak menurut syariat Islam ialah menjadikan anak-anak tersebut menjadi anak-anak yang shalih, anak-anak yang taat kepada Allah dan RasulNya dan anak-anak yang berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Bukan anak-anak yang durhaka apalagi yang kufur dan lain-lain yang dibenci oleh Allah dan RasulNya. Peran orang tua dalam hal ini sangat penting sekali dan menentukan. Rasullullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda : “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi” (HR. Abu Dawud). 
Berat ya jadi orangtua? Tapi jangan sampai karena tanggungjawabnya begitu besar membuat kamu jadi urung untuk menikah dan punya anak! Siapa? Iya, kamu! Didalam sebuah tanggungjawab yang besar, terdapat pahala yang setimpal. Bagaimana bisa kita memiliki anak yang shalih/ah, jawabannya sebetulnya bisa kamu jawab dari sekarang. Seperti hadist Rasul diatas, bahwa anak itu dilahirkan dalam keadaan suci, jadi ibarat kertas putih, terserah si pelukis mau menggambar dan diwarnai apa diatasnya. Jadi, tergantung kamunya, kalau mau punya anak yang shalih, otomatis kitanya harus shalih dulu karena anak punya hak untuk diberikan pengajaran yg baik oleh orangtuanya terutama pengajaran agama islam. Nah, berarti mulai dari kamunya dulu harus shalih, memantaskan diri, insyaAllah mudah-mudahan Allah menjodohkanmu dengan seseorang yang shalih, wah insyaAllah akan terbentuk sebuah keluarga ahli surga. Amiin :)