Jumat, 05 April 2013

PERAN AKTIVIS MUSLIMAH DALAM RANAH DOMESTIK DAN PUBLIK




Lebih dari satu dekade lamanya gerakan mahasiswa muslim yang didalamnya meliputi peran aktivis muslimah,menggegas dan  mengawal Era Reformasi di negeri ini. Namun yang menjadi pertanyaan besarnya adalah apa saja kontribusi besar yang sudah dilakukan untuk memberikan perubahan besar dalam wacana reformasi tersebut? Kejayaan wacana reformasi yang menggaung lepas ditahun 1998 kini tak lagi terdengar menyeruak sebagai angin perubahan bangsa menuju arah yang benar-benar jauh lebih baik. Reformasi yang menandakan hadirnya proses demokrasi sebagai sistem yang diyakini dapat memberikan pencerahan, setelah lama terkekang dalam cengkraman rezim Orde Baru selama 32 tahun, kini tak ubahnya hanya sekedar bentuk proses demokrasi prosedural yang semu terhadap makna substansial demokrasi itu sendiri. Selain wajah-wajah penguasa orde baru tidak ada yang berubah, rezim korup malah semakin menjadi-jadi.
            Disisi lain gerakan para aktivis ini semakin lama terus terkikis dan mengalami penurunan yang cukup mengkhawatirkan. Mahasiswa seakan lupa dan kembali amnesia terhadap sejarah dan perannya yang menentukan arah besar suatu proses kebangkitan bangsa. Ironi memang melihat gerakan mahasiswa saat ini hanya dapat berephoria terhadap perjuangan mahasiswa angkatan 1998. Sibuk memperlihatkan eksistensi hingga lupa akan peran utama dari gerakannya. Atau memang sedemikian pragmatisnya sampai mau menjual idealisme yang diusungnya demi kepentingan elit penguasa tertentu. Apabila hal teresebut benar terjadi maka tak ayal lagi gerakan mahasiswa hanya digunakan atas mandataris suatu kepentingan dalam momentum politik tertentu saja. Selebihnya lebih suka dijadikan penonton dan penyorak para pemain kebijakan elit politik penguasa saat ini.
            Basis utama gerakan mahasiswa yang berada dikampus-kampus, kini lebih suka dijadikan lahan garapan dan rebutan kepentingan golongan yang terfragmentasi. Penguasaan terhadap lembaga-lembaga formal kampus banyak yang hanya dijadikan sebagai simbol status qou kepemimpinan para aktivis gerakan pendahulunya. Tanpa mempertanyakan orientasi yang jelas mata rantai perjuangan gerakan sebagai tanggung jawab estafet kepemimpinan yang harus dilanjutkan. Apakah memang ketajaman daya nalar intelektual kritis mahasiswa saat ini sudah semakin tumpul hingga tak mampu lagi mendobrak kebekuan sistem kepemimpinan gerakan yang perlahan tapi pasti menuju jurang kematian, karena sudah tak lagi dirasakan manfaatnya secara layak. Maka tidak aneh ketika saat ini peran aktivis muslimah yang seharusnya menjadi pondasi perubahan malah berubah menjadi sebuah proyek perjuangan pragmatis yang memberikan solusi sesaat terhadap masyarakat. Saat ini masyarakat dihadapkan oleh berbagai macam permasalahan rumit yang sebenarnya itu adalah sebuah permasalahan sistemik yang membutuhkan solusi tersistem pula, namun dengan adanya gerakan pragmatis ini mengalihkan perjuangan masyarakat yang sebenarnya, mereka menganggap bahwa permasalahan masyarakat merupakan permasalahan individu yang harusnya diselesaikan secara individu pula. Disinilah terjadi disorientasi dari pergerakan aktivis tersebut, mereka melupakan idealismenya dan tujuan awal untuk mengubah masyarakat ke arah yang lebih baik.
Permasalahan yang terjadi terhadap perempuan sebagai bagian dari masyarakat itu sendiri begitu  kompleks, contohnya saat ini perempuan begitu diberdayakan dari segi ekonomi. Seperti perkataan mantan mentri luar Negeri AS Hillary Clinton yang mengatakan kurang lebihnya bahwa “perempuan itu seperti uang yang tergeletak diatas meja, sangat sayang ketika tidak diambil dan dimanfaatkan”. Begitulah Ia mengandaikan seorang perempuan yang sangat sayang memiliki kemampuan lebih namun tidak diberdayakan. Saat ini kita melihat begitu banyak gerakan aktivis muslimah yang menyuarakan kemandirian dari segi ekonomi dan finansial, aktivis yang mengusung kesetaraan,feminisme dan ide-ide ala barat lainnya. Dan itupun yang saat ini diperjuangkan oleh masyarakat, menciptakan “succsess women” dengan pendapatan yang cukup bahkan berlebih, dengan didukung oleh semakin terhimpitnya kebutuhan ekonomi sehingga tidak ada alasan lagi bagi perempuan untuk menolak ide-ide tersebut baik sadar ataupun tidak. Namun ketika kita kaji ulang, apakah dengan tercapainya tujuan pembentukan success women tersebut menyelesaikan masalah? Tentu tidak, itu malah semakin memperkeruh masalah bahkan merupakan biang keladi dari semua masalah yang muncul dari perempuan. Ketika perempuan harus keluar rumah dengan mengabaikan kewajiban utamanya mengurus rumah tangga dan mendidik anak disinilah awal dari sebuah kehancuran. Kesuksesan yang Ia dapat tidak sejalan dengan keamanan finansial yang terjadi dimasyarakat, perempuan begitu menderita dengan kontrak kerja yang harus dijalani sebagai konsekuensi karier belum lagi banyak ibu rumah tangga yang bekerja ekstra dipabrik dengan dituntut pekerjaan yang harus teliti dan rapih namun tidak sejalan dengan upah yang dibayar dan keamanan diripun sangat tidak terjamin, tindak kekerasan fisik dan seksual sering terjadi dikalangan masyarakat yang mengorbankan perempuan. Saat ini baratpun beranggapan bahwa perempuan itu dapat mendukung upaya menaikkan tingkat ekonomi dunia, maka perempuan saat ini disodori berbagai gaya hidup serba mewah dengan tidak mementingkan aspek halal dan haram sehingga mereka berpikir harus memenuhi kebetuhan tersebut dengan fokus bekerja tanpa memperhatikan dampak yang akan terjadi kedepannya. Hal ini semakin dipermudah dengan adanya gerakan aktivis muslimah yang mengusung ide-ide tersebut, dengan melakukan cara sosialisasi ke masyarakat sampai melibatkan langsung perempuan-perempuan tersebut sebagai anggota sehingga semakin banyak yang mengusuk ide-ide feminisme dan kesetaraan.
Kesalahan-kesalahan ini yang terjadi pada pergerakan muslimah adalah mereka selalu berpikir dan memandang masalah dengan paradigma barat yang nyatanya bersifat parsial, dikotomik,individualistik dan tidak berideologi islam. Ketika melihat apa yang mereka sebut dengan ‘persoalan perempuan’ mereka selalu melihat dari sudut pandang yang sama sudut pandang feministik atau keperempuanan. Bahwa ada masalah disparitas gender dan dominasi budaya patriarki disana, dan hanya perempuan yang harus mengatasi persoalan perempuan tersebut. Padahal sesungguhnya yang terjadi adalah merupakan persoalan umat yang harus segera diselesaikan secara bersama-sama, baik laki-laki atau perempuan. Dengan demikian, persoalannya sekarang bukan bagaimana agar gerakan perempuanberusaha memberdayakan perempuan, namun pangkal masalahnya ada pada rusaknya tatanan kehidupan yang diterapkan saat ini, bukanlah tataran kultur patriarki yang mesogenik. Tatanan hidup yang dimaksud adalah sekuleristik yang tegak di atas aqidah yang sudah sangat jelas memisahkan agama dari kehidupan serta mengabaikan peran pencipta (Allah SWT) sebagai pengatur kehidupan manusia dan pada saat yang sama justru memberikan hak prerogratif pengaturan kehidupan tersebut kepada manusia,yang jelas-jelas serba lemah dan kebermanfaatan. Firman Allah Ta’ala : “Dan barangsiapa berpaling dari peringatan (syari’at)Ku, maka sesungguhnya baginya kehidupan yang sempit. Dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta” (TQS. Thaha[20]:124)
“Sesungguhnya orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya pasti mendapat kehinaan sebagaimana orang-orang yang sebelum mereka telah mendapat kehinaan. Sesungguhnya Kami telah menurunkan bukti-bukti nyata. Dan bagi orang-orang yang kafir ada siksa yang menghinakan”. (TQS. Al-Mujadilah[58] : 5)
Darisinilah kita belajar, bahwa sebuah pergerakan khususnya gerakan aktivis muslimah haruslah berdasarkan kepada yang pertama aqidah dan syariat islam bukan mengusung ide-ide barat yang  jelas-jelas kufur. Kedua,visi dan misinya harus bertujuan kepada mengembalikan aturan islam sehingga diterapkan dibumi ini dan metode pergerakan seperti gerakan jamaah islam yang mengusung solusi tuntas yakni diterapkannya syariah dan khilafah. Ketiga,gerakan muslimah harus bersinergi dengan jamaahnya, seperti contohnya pada zaman rasulllah saw para sahabat bergerak dibawah komando rasul sehingga tidak terjadi disorientasi karena berbenturan dengan kepentingan pribadi. Keempat, gerakan perempuan harus memiliki pemikiran dan metode yang benar dalam menjalankannya sehingga keduanya sejalan dan tidak keluar dari koridor hukum syara,dan juga ikatan jamaahnya hanya dengan ikatan akidah dan mabdai bukan ikatan kepentingan atau semangat saja. Kelima, dalam pergerakannya pun harus bersifat politis sehingga mengarahkan kaum perempuan untuk sadar bahwa tuganya sebagai pencetak generasi terbaik atau ibu peradaban begitu diharapkan, sehingga akan melahirkan serta mendidik anak-anak yang akan merubah peradaban tanpa melupakan tugasnya juga sebagai pendukung penerapan syariah dan khilafah dikalangan publik. Oleh karena itu perempuan pun tidak melupakan peranannya diwilayah domestik dan publik, dengan tetap taat terhadap hukum islam secara menyeluruh sehingga terbentuklah perasaaan dan pemikiran yang satu guna menuju peraturan yang satu yaitu hanya dengan diterapkannya syariah dan khilafah dimuka bumi ini.

1 komentar: