Selasa, 03 Mei 2016

METODE BERPIKIR (Bagian 1)


Manusia adalah makhluk Allah yang paling utama dan sempurna, sampai-sampai dikatakan bahwa manusia lebih utama daripada malaikat. Keutamaan ini dilihat dari keberadaan akal dalam diri manusia, yang hal tersebut tidak dimiliki makhluk lainnya. Akal inilah yang mengangkat kedudukan manusia lebih tinggi dibanding makhluk Allah lainnya, karena itu perlu adanya kita mengkaji pengetahuan tentang akal, bagaimana proses berpikir dengan akal dan sekaligus metode berpikir. Proses berpikir menjadikan akal manusia memiliki nilai dan sekaligus menghasilkan berbagai buah produk yang masak (produk akal). Contohnya, berbagai macam ilmu, seni, sastra, filsafat, fikih, ilmu bahasa dan pengetahuan, tiada lain adalah produk akal dari proses berpikir. Maka dari itu, perlu diketahui dengan baik fakta mengenai akal, proses berpikir dan metode berpikir.
Manusia dalam kurun waktu sangat panjang ternyata lebih meperhatikan buah atau hasil dari akal dan proses berpikir daripada fakta mengenai akal dan fakta mengenai proses berpikir itu sendiri. Faktanya ada orang-orang yang berusaha untuk memahami fakta akal, baik intelektual muslim ataupun non muslim, sejak dulu sampai sekarang. Tetapi sayangnya semua usaha yang dilakukan mereka gagal, hal ini disebabkan karena mereka salah dalam memahami fakta akal yang sebenarnya. Selain itu, ada juga orang yang berusaha menyusun metode berpikir dan memang berhasil dalam beberapa aspek hasil buah metode berpikir dengan adanya hasil prestasi ilmiah. Akan tetapi mereka telah tersesat dalam memahami proses berpikir mereka sendiri, yang lebih fatalnya lagi mereka telah menyesatkan para pengikut yang kagum atas keberhasilan ilmiah mereka.
Sebelumnya, sejak masa Yunani dan setelahnya, umat manusia telah terdorong untuk mengetahui fakta mengenai proses berpikir. Hasilnya mereka sampai pada apa yang disebut dengan logika (‘ilmu mantiq) dan berhasil meraihsebagian pemikiran. Akan tetapi, mereka telah merusak hakikat pengetahuan (ma’rifah) itu sendiri. Jadi ilmu logika malah menjadi sesuatu yang destruktif bagi pengetahuan, bukan menjadi alat untuk mencapai ilmu pengetahuan atau standar kebenarannya. Mereka juga sampai pada apa yang disebut dengan filsafat (falsafah) yakni cinta kebijaksanaan dan studi secara mendalam tentang apa yang ada dibalik eksistensi atau dibalik materi (gaib, supranatural ). Mereka memang berhasil menciptakan penegtahuan dan kesimpulan yang menghasilkan kepuasan intelektual. Akan tetapi, pengetahuan tersebut jauh dari fakta dan kebenaran. Akibatnya, mereka menjauhkan manusia dari kebenaran dan fakta hingga menyesatkan banyak manusia serta menyimpangkan proses berpikir dari jalannya yang lurus.
Seluruh upaya tersebut adalah kajian tentang proses berpikir dan metode berpikir. Meskipun hal tersebut telah menghasilkan berbagai pengetahuan, menciptakan bidang kajian, dan menghasilkan sejumlah manfaat bagi manusia. Akan tetapi, upaya-upaya tersebut tidak difokuskan pada fakta mengenai proses berpikir dan tidak berlangsung di atas jalan yang benar. Oleh karena itu, upaya tersebut tidak dapat dianggap kajian mengenai fakta proses berpikir, namun hanya kajian tentang produk dan buah proses berpikir. Upaya tersebut juga bukan kajian tentang metode berpikir yang lurus, malainkan hanya sekedar kajian tentang salah satu teknik (uslub) berpikir dalam metode berpikir, yang diperoleh secara kebetulan akibat pengkajian berbagai produk pemikiran dan buah akal dan tidak diperoleh melalui jalan penelaahan terhadap fakta proses berpikir itu sendiri. Maka dapat dikatakan bahwa kajian tentang metode berpikir yang lurus selama ini hanya berputar-putar pada hasil proses berpikir, tidak difokuskan pada fakta proses berpikir itu sendiri.
Penyebab kegagalan yang ada hingga saat ini dalam memahami fakta mengenai proses berpikir dan juga fakta metode berpikir dikarenakan para pengkaji telah lebih dulu mengkaji proses berpikir sebelum mengkaji akal yang merupakan komponen utama dalam proses berpikir itu sendiri. Proses berpikir (tafkir) adalah buah dari akal, sementara berbagai ilmu pengetahuan, seni dan seluruh aspek ilmu budaya (tsaqofah) merupakan buah dari proses berpikir. Wajar saja jika yang pertama kali harus diketahui adalah fakta mengenai akal secara meyakinkan dan pasti. Setelah itu bisa diketahui fakta mengenai proses berpikir dan selajutnya metode berpikir yang lurus. Setelah itu atas dasar penunjukkan yang benar, akan bisa dinilai apakah pengetahuan (ma’rifah) itu termasuk kedalam sains (‘ilm) ataukah bukan. Dengan begitu, dapat ditentukan kimia itu kedalam sains sedangkan psikologi dan sosiologi bukanlah sains. Akan dapat ditentukan pula apakah suatu pengetahuan termasuk kebudyaan (tsaqofah) atau bukan. Artinya, akan dapat ditentukan pula perundang-undangan merupakan tsaqofah dan tashwir (seni menggambar) bukanlah termasuk tsaqofah. Walhasil, pokok masalahnya secara keseluruhan adalah bermuara pada pengetahuan tentang fakta akal secara meyakinkan dan pasti. Setelah itu, atas petunjuk pengetahuan barulah bisa dibahas fakta mengenai proses berpikir dan metode berpikir. Dari petunjuk metode berpikir tersebut baru bisa dihasilkan secara benar berbagai teknik (uslub) berpikir.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar