Lebih dari satu dekade lamanya
gerakan mahasiswa muslim yang didalamnya meliputi peran aktivis muslimah,menggegas
dan mengawal Era Reformasi di negeri ini. Namun yang menjadi pertanyaan
besarnya adalah apa saja kontribusi besar yang sudah dilakukan untuk memberikan
perubahan besar dalam wacana reformasi tersebut? Kejayaan wacana reformasi yang
menggaung lepas ditahun 1998 kini tak lagi terdengar menyeruak sebagai angin
perubahan bangsa menuju arah yang benar-benar jauh lebih baik. Reformasi yang menandakan hadirnya proses demokrasi sebagai sistem yang diyakini dapat
memberikan pencerahan, setelah lama terkekang dalam cengkraman rezim Orde Baru
selama 32 tahun, kini tak ubahnya hanya sekedar bentuk proses demokrasi
prosedural yang semu terhadap makna substansial demokrasi itu sendiri. Selain
wajah-wajah penguasa orde baru tidak ada yang berubah, rezim korup malah
semakin menjadi-jadi.
Disisi lain gerakan para aktivis ini semakin lama terus terkikis dan mengalami
penurunan yang cukup mengkhawatirkan. Mahasiswa seakan lupa dan kembali amnesia
terhadap sejarah dan perannya yang menentukan arah besar suatu proses
kebangkitan bangsa. Ironi memang melihat gerakan mahasiswa saat ini hanya dapat
berephoria terhadap perjuangan mahasiswa angkatan 1998. Sibuk memperlihatkan
eksistensi hingga lupa akan peran utama dari gerakannya. Atau memang sedemikian
pragmatisnya sampai mau menjual idealisme yang diusungnya demi kepentingan elit
penguasa tertentu. Apabila hal teresebut benar terjadi maka tak ayal lagi
gerakan mahasiswa hanya digunakan atas mandataris suatu kepentingan dalam
momentum politik tertentu saja. Selebihnya lebih suka dijadikan penonton dan
penyorak para pemain kebijakan elit politik penguasa saat ini.
Basis utama gerakan mahasiswa yang berada dikampus-kampus, kini lebih suka
dijadikan lahan garapan dan rebutan kepentingan golongan yang terfragmentasi.
Penguasaan terhadap lembaga-lembaga formal kampus banyak yang hanya dijadikan
sebagai simbol status qou kepemimpinan para aktivis gerakan pendahulunya. Tanpa
mempertanyakan orientasi yang jelas mata rantai perjuangan gerakan sebagai
tanggung jawab estafet kepemimpinan yang harus dilanjutkan. Apakah memang
ketajaman daya nalar intelektual kritis mahasiswa saat ini sudah semakin tumpul
hingga tak mampu lagi mendobrak kebekuan sistem kepemimpinan gerakan yang
perlahan tapi pasti menuju jurang kematian, karena sudah tak lagi dirasakan
manfaatnya secara layak. Maka tidak aneh ketika saat ini peran aktivis muslimah
yang seharusnya menjadi pondasi perubahan malah berubah menjadi sebuah proyek
perjuangan pragmatis yang memberikan solusi sesaat terhadap masyarakat. Saat
ini masyarakat dihadapkan oleh berbagai macam permasalahan rumit yang
sebenarnya itu adalah sebuah permasalahan sistemik yang membutuhkan solusi
tersistem pula, namun dengan adanya gerakan pragmatis ini mengalihkan
perjuangan masyarakat yang sebenarnya, mereka menganggap bahwa permasalahan
masyarakat merupakan permasalahan individu yang harusnya diselesaikan secara
individu pula. Disinilah terjadi disorientasi dari pergerakan aktivis tersebut,
mereka melupakan idealismenya dan tujuan awal untuk mengubah masyarakat ke arah
yang lebih baik.
Permasalahan yang terjadi
terhadap perempuan sebagai bagian dari masyarakat itu sendiri begitu kompleks, contohnya saat ini perempuan begitu
diberdayakan dari segi ekonomi. Seperti perkataan mantan mentri luar Negeri AS
Hillary Clinton yang mengatakan kurang lebihnya bahwa “perempuan itu seperti
uang yang tergeletak diatas meja, sangat sayang ketika tidak diambil dan
dimanfaatkan”. Begitulah Ia mengandaikan seorang perempuan yang sangat sayang
memiliki kemampuan lebih namun tidak diberdayakan. Saat ini kita melihat begitu
banyak gerakan aktivis muslimah yang menyuarakan kemandirian dari segi ekonomi
dan finansial, aktivis yang mengusung kesetaraan,feminisme dan ide-ide ala
barat lainnya. Dan itupun yang saat ini diperjuangkan oleh masyarakat,
menciptakan “succsess women” dengan pendapatan yang cukup bahkan berlebih,
dengan didukung oleh semakin terhimpitnya kebutuhan ekonomi sehingga tidak ada
alasan lagi bagi perempuan untuk menolak ide-ide tersebut baik sadar ataupun
tidak. Namun ketika kita kaji ulang, apakah dengan tercapainya tujuan
pembentukan success women tersebut menyelesaikan masalah? Tentu tidak, itu
malah semakin memperkeruh masalah bahkan merupakan biang keladi dari semua masalah
yang muncul dari perempuan. Ketika perempuan harus keluar rumah dengan
mengabaikan kewajiban utamanya mengurus rumah tangga dan mendidik anak disinilah
awal dari sebuah kehancuran. Kesuksesan yang Ia dapat tidak sejalan dengan
keamanan finansial yang terjadi dimasyarakat, perempuan begitu menderita dengan
kontrak kerja yang harus dijalani sebagai konsekuensi karier belum lagi banyak
ibu rumah tangga yang bekerja ekstra dipabrik dengan dituntut pekerjaan yang
harus teliti dan rapih namun tidak sejalan dengan upah yang dibayar dan
keamanan diripun sangat tidak terjamin, tindak kekerasan fisik dan seksual
sering terjadi dikalangan masyarakat yang mengorbankan perempuan. Saat ini
baratpun beranggapan bahwa perempuan itu dapat mendukung upaya menaikkan
tingkat ekonomi dunia, maka perempuan saat ini disodori berbagai gaya hidup
serba mewah dengan tidak mementingkan aspek halal dan haram sehingga mereka
berpikir harus memenuhi kebetuhan tersebut dengan fokus bekerja tanpa
memperhatikan dampak yang akan terjadi kedepannya. Hal ini semakin dipermudah
dengan adanya gerakan aktivis muslimah yang mengusung ide-ide tersebut, dengan
melakukan cara sosialisasi ke masyarakat sampai melibatkan langsung
perempuan-perempuan tersebut sebagai anggota sehingga semakin banyak yang
mengusuk ide-ide feminisme dan kesetaraan.
Kesalahan-kesalahan
ini yang terjadi pada pergerakan muslimah adalah mereka selalu berpikir dan memandang masalah dengan paradigma barat yang nyatanya bersifat parsial, dikotomik,individualistik
dan tidak berideologi islam. Ketika melihat apa yang mereka sebut dengan ‘persoalan perempuan’ mereka selalu melihat dari
sudut pandang yang sama sudut pandang feministik atau keperempuanan. Bahwa
ada masalah disparitas gender dan dominasi
budaya patriarki disana, dan hanya perempuan yang harus mengatasi persoalan
perempuan tersebut. Padahal sesungguhnya yang terjadi adalah merupakan persoalan
umat yang harus segera diselesaikan secara bersama-sama, baik laki-laki atau
perempuan. Dengan demikian, persoalannya
sekarang bukan bagaimana agar gerakan perempuanberusaha memberdayakan
perempuan, namun pangkal masalahnya
ada pada rusaknya tatanan kehidupan yang diterapkan saat ini, bukanlah tataran
kultur patriarki yang mesogenik. Tatanan hidup yang dimaksud adalah
sekuleristik yang tegak di atas aqidah yang sudah sangat jelas memisahkan agama
dari kehidupan serta mengabaikan peran pencipta (Allah SWT) sebagai pengatur
kehidupan manusia dan pada saat yang sama justru memberikan hak prerogratif
pengaturan kehidupan tersebut kepada manusia,yang
jelas-jelas serba lemah dan kebermanfaatan. Firman Allah Ta’ala : “Dan barangsiapa berpaling dari peringatan
(syari’at)Ku, maka sesungguhnya baginya kehidupan yang sempit. Dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat
dalam keadaan buta” (TQS. Thaha[20]:124)
“Sesungguhnya orang-orang yang menentang Allah dan
Rasul-Nya pasti mendapat kehinaan sebagaimana orang-orang yang sebelum mereka
telah mendapat kehinaan. Sesungguhnya Kami telah menurunkan bukti-bukti nyata.
Dan bagi orang-orang yang kafir ada siksa yang menghinakan”. (TQS.
Al-Mujadilah[58] : 5)
Darisinilah kita belajar, bahwa sebuah
pergerakan khususnya gerakan aktivis muslimah haruslah berdasarkan kepada yang
pertama aqidah dan syariat islam bukan mengusung ide-ide barat yang jelas-jelas kufur. Kedua,visi dan misinya
harus bertujuan kepada mengembalikan aturan islam sehingga diterapkan dibumi
ini dan metode pergerakan seperti gerakan jamaah islam yang mengusung solusi
tuntas yakni diterapkannya syariah dan khilafah. Ketiga,gerakan muslimah harus
bersinergi dengan jamaahnya, seperti contohnya pada zaman rasulllah saw para
sahabat bergerak dibawah komando rasul sehingga tidak terjadi disorientasi
karena berbenturan dengan kepentingan pribadi. Keempat, gerakan perempuan harus
memiliki pemikiran dan metode yang benar dalam menjalankannya sehingga keduanya
sejalan dan tidak keluar dari koridor hukum syara,dan juga ikatan jamaahnya
hanya dengan ikatan akidah dan mabdai bukan ikatan kepentingan atau semangat
saja. Kelima, dalam pergerakannya pun harus bersifat politis sehingga
mengarahkan kaum perempuan untuk sadar bahwa tuganya sebagai pencetak generasi
terbaik atau ibu peradaban begitu diharapkan, sehingga akan melahirkan serta
mendidik anak-anak yang akan merubah peradaban tanpa melupakan tugasnya juga
sebagai pendukung penerapan syariah dan khilafah dikalangan publik. Oleh karena
itu perempuan pun tidak melupakan peranannya diwilayah domestik dan publik,
dengan tetap taat terhadap hukum islam secara menyeluruh sehingga terbentuklah
perasaaan dan pemikiran yang satu guna menuju peraturan yang satu yaitu hanya
dengan diterapkannya syariah dan khilafah dimuka bumi ini.
ujung2na ke khalifah ya?SEMANGAT!
BalasHapus