Alhamdulillah, hari ini tepat 3 bulan aku
tinggal di tempat baruku, sebuah asrama sekolah. Bukan! Bukan aku yang sekolah,
tapi anak-anak. Bukaan! Bukan anak-anakku, anak oranglain yang dititpkan padaku
(hehe). Aku bingung harus mulai darimana ceritanya, rasanya nano nano, ada
manis, asam, asin, bahkan pahit mungkin :D
Oke, aku coba bercerita dari awal mula kenapa
aku bisa terdampar disini. Jadi sebetulnya aku dari dulu tidak ada terpikir
untuk menjadi seorang guru, tapi setelah berkecimpung didunia dakwah dan
umurpun semakin bertambah (red : dewasa :D ) aku mulai berpikir, aku ingin jadi
seorang wanita yang luar biasa. Bukan jadi yang bisa banyak uang atau mengejar
karir setinggi-tingginya, tapi aku hanya ingin jadi seorang istri dan ibu
seutuhnya bagi suami dan anak-anakku (ciee..cikiciw, haha), tapi serius! Cita-citaku
itu, awalnya berat kawan, ketika aku lulus kuliah banyak orang terutama keluarga
yang menyuruhku bekerja sesuai dengan bidang keahlianku, supaya aku bisa sukses
katanya, sukses mengejar karir. Tapi setelah aku piker-pikir, apa jadinya nanti
keluarga kecilku kalau aku berkarir, keluar rumah dari pagi bahkan subuh hingga
sore bahkan malam, bakal jadi apa anak-anakku nanti? Dititip ke nanny? Nanti mereka akan lebih mengenal nannynya daripada aku ibunya. Terus apakabar dengan
suamiku, aduh! Dzalim sekali aku kepadanya, banyak kewajiban yang tidak
maksimal aku tunaikan padanya.
Oke, setelah aku berpikir panjang, aku
putuskan untuk jadi seorang guru, kenapa harus guru? Soalnya aku berpikir, jadi
guru itu banyak lebihnya, aku mengajarkan murid-muridku sekaligus aku belajar
banyak dari mereka, ditambah pekerjaan yang paling cocok untuk seorang wanita
yang kodratnya menjadi istri dan ibu dirumah, jadikan kalau jadi guru itu
setidaknya masih banyak waktu yang bisa diluangkan untuk keluarga kecilnya. Misalnya
: aku pergi ke sekolah pagi-pagi, kan anakku jiga pergi ke sekolah pagi
begitupun dengan suamiku, dan kami bersama-sama pulang sore atau bahkan mungkin
aku dan anakku bisa lebih cepat pulangnya daripada suamiku. Nah tapi, bagaimana
ketika anakku masih bayi atau masih berumur dibawah umur anak sekolah dan masih
membutuhkan aku 24 jam dalam sehari? Nah, caranya masih aku rahasiakan ya,
nanti itu urusan aku dan my future
husband (hihi) tunggu jawabannya
setelah aku menikah nanti (hehe).
Nah, atas pertimbangan itulah aku ingin jadi
guru, Alhamdulillah sebelum lulus ada yang menawarkanku untuk mengajar disini,
awalnya sih tidak begitu aku ambil piker, tapi setelah aku lulus kuliah dan
bingung mau kerja apa ditambah dari keluargapun terus mendesak aku untuk melamar
kerja di bidang keahlianku, mendesak untuk segera menikah juga ada siih, ya itu
hanya bercanda, tapi aku anggap serius (hahaha). Jadi, aku putuskan deh untuk
melamar kerja disini, dan Alhamdulillah karena sudah rizkinya mungkin tidak
lama menunggu, aku langsung dipanggil wawancara dan bekerja disini.
Bulan pertama disini, aku masih meraba-raba,
aku masih belajar ritme keseharian disini, belajar dekat dengan anak-anak,
mendisiplinkan mereka, mereka belajar akupun belajar, dan yang paling berat
adalah menghapal nama-nama mereka. Bayangkan, ±150 orang anak harus aku
hapalkan namanya dan tentu wajahnya juga, awalnya masih kebalik, orangnya siapa
aku panggilnya apa (hehe), ma’lum aku tipe yang visual jadi kalau disuruh
menghapal pasti susah, metode menghapalku yang paling baik adalah dengan
melihat dan mendengar berulang-ulang.
Bulan kedua, Alhamdulillah setidaknya aku
sudah hapal setengahnya dari nama anak-anak disini, sudah mulai cair dengan
lingkungan yang ada, mengikuti ritmenya. Dan masuk bulan ketiga, Alhamdulillah
selalu ada kemajuan dariku everything yang positif tentunya. Dan memang, yang
paling berkesan itu adalah sekaranag, di bulan Ramadhan pertama Allah kabulkan
doaku, doa aku ingin bisa mengasuh anak (hehe), Allah kasih banyak untukku,
terlepas anaknya anak siapa, yang pentingkan anak (hihi). Sekarang disini sudah
mulai tahun ajaran baru, tentunya banyak anak baru juga, yang paling lucu itu
adalah anak kelas 7, anak baru lulus SD, masih kecil, polos, hari pertama
mereka di Boarding ada yang nangis “pengen ke umii”, ya mereka ingin pulang. Wajar,
namanya juga anak kecil, terbiasa kemana-mana sama uminya, disinilah aku
beraksi, aku berubah menjadi sosok uminya, yang mendengarkan keluhan mereka,
cerita mereka pas disekolah atau sekedar ngobrol sebelum tidur dan mereka
menyukai itu.
Ketika menghadonahi
mereka aku langsung berpikir jauh,
mungkin begini rasanya punya anak ya? Sepertinya aku dewasa sebelum waktunya,
aku sudah dititpi banyak anak sebelum aku menikah (hehe), ya ga apa-apa
itung-itung latihan, jadi setelah punya anak beneran aku sudah punya gambaran.
Dalam
pandangan Islam, anak adalah anugerah yang diberikan Allah pada para orang
tuanya. Kehadiran anak disebut berita baik (Maryam:7), hiburan karena
mengenakan pandangan mata (Al-Furqan:74), dan perhiasan hidup di dunia
(Al-Kahfi:46). Anak juga sebagai bukti kebesaran dan kasih sayang Allah,
pelanjut, penerus dan pewaris orang tua, tetapi juga sekaligus ujian
(At-Taghabun:15). Dari Abu Hurairah, ia berkata: Telah bersabda Rasulullah
Shallallahu'alaihi Wasallam, ”Sesungguhnya ada seseorang yang diangkat (ditinggikan)
derajatnya di jannah (syurga)”. Lalu ia bertanya (terheran-heran), ”Bagaimana
aku bisa mendapat ini (yakni derajat yang tinggi di surga)?”. Dikatakan
kepadanya, ”(Ini) disebabkan istighfar (permohonan ampun) dari anakmu (kepada
Allah) untukmu”.
Sesungguhnya anak merupakan aset
yang sangat berharga, karena anak yang shalih akan senantiasa mendoakan kedua
orang tuanya. ”Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam telah
bersabda, apabila manusia telah mati, maka terputuslah dari semua amalnya
kecuali tiga perkara. Shadaqah jariayah, ilmu yang diambil manfaatnya dan anak
shalih yang mendoakannya”.(HR.Muslim)
Inilah
puncak tertinggi dari keutamaan-keutamaan mempunyai anak, yaitu anak yang
shalih yang bermanfaat bagi orang tua di dunia dan di akhirat. Dari hadits
inipun kita mengetahui bahwa tujuan mulia dari mempunyai anak menurut syariat
Islam ialah menjadikan anak-anak tersebut menjadi anak-anak yang shalih,
anak-anak yang taat kepada Allah dan RasulNya dan anak-anak yang berbuat baik
kepada kedua orang tuanya. Bukan anak-anak yang durhaka apalagi yang kufur dan
lain-lain yang dibenci oleh Allah dan RasulNya. Peran orang tua dalam hal ini
sangat penting sekali dan menentukan. Rasullullah Shallallahu'alaihi Wasallam
bersabda : “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka orang tuanyalah
yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi” (HR. Abu Dawud).
Berat ya jadi orangtua? Tapi jangan sampai karena tanggungjawabnya
begitu besar membuat kamu jadi urung untuk menikah dan punya anak! Siapa? Iya,
kamu! Didalam sebuah tanggungjawab yang besar, terdapat pahala yang setimpal. Bagaimana
bisa kita memiliki anak yang shalih/ah, jawabannya sebetulnya bisa kamu jawab
dari sekarang. Seperti hadist Rasul diatas, bahwa anak itu dilahirkan dalam
keadaan suci, jadi ibarat kertas putih, terserah si pelukis mau menggambar dan
diwarnai apa diatasnya. Jadi, tergantung kamunya, kalau mau punya anak yang
shalih, otomatis kitanya harus shalih dulu karena anak punya hak untuk
diberikan pengajaran yg baik oleh orangtuanya terutama pengajaran agama islam. Nah,
berarti mulai dari kamunya dulu harus shalih, memantaskan diri, insyaAllah
mudah-mudahan Allah menjodohkanmu dengan seseorang yang shalih, wah insyaAllah
akan terbentuk sebuah keluarga ahli surga. Amiin :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar