Ada apa denganku di enam tahun yang lalu?
Silahkan simak apa yang akan aku sampaikan pada kalian, iyah kalian! Kalian
yang merasa penasaran dengan apa maksud tulisan ini aku buat.
Jadi begini ceritanya,,, kamu tahu kemarin pada
tanggal 17 Agustus itu hari apa? Hari ahad! Iyah hari ahad, tapi selain itu ada
hari yang lebih katanya “bersejarah” bagi bangsa Indonesia, yup betul! Hari
kemerdekaan Republik Indonesia yang kamu (maybe),
dia, mereka dan aku (di enam tahun lalu) cintai, kenapa harus enam tahun yang
lalu? Terus saat ini aku tidak mencintai negara ini? tenang...tenang... kamu
akan mendapatkan jawabannya setelah selesai menyimak tulisan ini sampai tuntas.
Oke, kembali kepermasalahan tadi, ada apa dengan
aku di enam tahun yang lalu? Singkat cerita, kemarin tidak sengaja di kosan
bersama teman-teman putri menyaksikan tayangan penurunan bendera merah putih
yang diselenggarkan di lapangan istana Merdeka, aku menyaksikan tayangan
tersebut dari mulai penurunan hingga sang pembawa baki menyerahkan bendera
tersebut ke tangan Presiden, sebenarnya sih pokok dari tulisan ini bukan di 17 Agustusnya tapii ada hal lain yang akan terungkap di akhir tulisan ini.
Hmm,,,setelah menyaksikan tayangan itu, tiba-tiba aku teringat kejadian mungkin
lebih tepatnya pengalaman di enam tahun yang lalu, nahh...kita mulai masuk ke
pokok masalah yang membuat kamu penasaran dari tadi. Jadi, di enam tahun yang
lalu akupun pernah ada di posisi mereka, ada dilapangan besar walaupun beda
tempat, dengan bendera yang sama, di hari/moment yang sama, dilihat oleh
ratusan pasang mata dan tentunya dengan kebanggaan yang sama, dan mungkin
orang-orang yang melihat lebih merasa bangga tentunya, kenapa? Karena bagaimana
tidak, orang-orang yang ada di tengah lapangan tersebut adalah siswa-siswi
terbaik dari perwakilan sekolah yang ada ditingkat pemerintahan baik daerah
ataupun pusat/Nasional. Aku bangga? Tentu, pada saat itu aku sangat bangga,
dari sekolahku yang lulus seleksi hanya aku sendiri, dan setelah masuk
kabupaten pun aku berlomba dengan ratusan siswa dari berbagai sekolah. Lebih
dari 2 bulan aku harus menjalani latihan setiap akhir pekan dan tentu itu bukan
hal yang mudah bagiku, karena jarak dari sekolahku ketempat latihan cukup jauh
dan memaksaku untuk menginap ditempat teman yang jarak ke tempat latihan cukup
dekat, sore-sore setelah beres latihan akupun harus segera pulang karena
besoknya (hari senin) aku harus ke sekolah jadi mau tidak mau setiap minggu aku
harus melalui perjalanan malam yang minimal sampai di rumah pada pukul 23.00,
bayangkan itu harus dilalui oleh anak kelas 1 SMA, sebenarnya itu umur yang
cukup untuk bepergian jauh apalagi aku terkenal anak pemberani hehe...itu kata
nenekku. Tapii, masalahnya adalah hal yang kurang wajar jika itu dilakukan
setiap pekan mengingat aku anak perempuan apalagi ibuku selalu khawatir apabila
lewat jam 22.00 aku masih di perjalanan pulang ke rumah.
Singkatnya, dengan kondisi diatas, bagaimana
mungkin aku tidak merasa bangga dengan diriku sendiri ketika bisa berdiri
ditengah lapangan, disaksikan oleh banyak orang, memakai pakaian putih-putih, dengan
melakukan pormasi membentuk sebuah susunan/barisan yang indah sebagai pengibar
bendera duplikat pusaka RI, dengan sebelumnya harus melalui berbagai rintangan
dan tantangan dari mulai ikut seleksi, menjalani latihan yang keras dan ketat
dari mulai pagi hingga sore, latihan baris-berbaris, langkah tegap yang baik
dan tetap indah dipandang, tersenyum dalam kondisi hati dongkol, makan cepat
dalam kondisi badan yang tetap tegap tanpa suara, bagaimana cara menghormati
bendera, membawanya, melipatnya, menyimpannya, hingga menciumnya, semua aku pelajari hingga pemusatan (asrama)
selama lebih kurang 2 minggu tanpa bertemu orangtua dan tanpa alat komunikasi, latihan
dari pagi hingga sore dan malamnya aku harus mengikuti materi hingga jam 23.00
dalam kondisi cape dan ngantuk bayangkan ituu, semua aku lalui... tapi pada
saat itu aku sangat menikmatinya karena tidak semua anak seumuranku bisa
menjalaninya. Yang aku pahami pada saat itu adalah, aku sedang mengemban tugas “mulia”
dan aku harus menjalaninya dengan serius sehingga bisa membawa kebanggaan bagi
Indonesia, daerahku, sekolahku dan keluargaku. Aku menjadi sosok Nasionalis dan
Patriotis yang sangat cinta tanah air dimana aku dilahirkan dan dibesarkan.
Hmm,, itulah sekelumit kisah hasil memutar
memoriku kembali pada enam tahun silam, yah aku di enam tahun yang lalu.
Bagaimana dengan aku disaat ini? apakah masih sama seperti aku di enam tahun
silam dengan rasa cinta tanah air, Nasionalis, Patriotis and whatever this.
Sabar
yaah teman-teman,, Yuk... temukan jawabannya ditulisanku selanjutnya.
To be continue...